Kabupaten Semarang, —
Dalam dasawarsa terakhir, kopi tak lagi identik hanya dengan kaum hawa berusia 50 tahun ke atas. Kini, kopi menjadi minuman favorit berbagai kalangan, terutama generasi milenial yang justru mendominasi sebagai penikmat setia.
Selain rasanya yang khas, kopi juga memiliki banyak manfaat kesehatan, antara lain membantu menurunkan berat badan, meningkatkan daya ingat, mencegah penyakit jantung dan diabetes, serta menjaga kesehatan hati. Kopi hitam tanpa gula bahkan dipercaya dapat meningkatkan fungsi kognitif, mengurangi peradangan, serta memberikan nutrisi tambahan bagi tubuh.
Slamet Hernawan, atau akrab disapa Wawan, adalah sosok inspiratif di balik merek Kopi Pinanggih. Pada tahun 2021, Wawan tercatat sebagai Pemuda Pelopor tingkat Kabupaten Semarang. Alumni SMK Negeri 2 Salatiga ini mulai merintis usaha kopi pada 2019 di kampung halamannya, Dusun Jerakah, Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru. “Kopi Pinanggih adalah kopi khas Dusun Jerakah yang memiliki cita rasa berbeda karena diolah secara mandiri dari pohon hingga menjadi produk siap konsumsi,” ujar Wawan. Dalam wawancara dengan Nasionalnews.co.id, Senin (12/5).
Ia mengaku terinspirasi dari melimpahnya hasil panen kopi di daerahnya. Sayangnya, harga kopi saat itu sangat rendah, hanya sekitar Rp19.000 per kilogram, tidak sebanding dengan jerih payah para petani—termasuk orang tuanya sendiri. Melihat kondisi tersebut, Wawan bertekad menaikkan nilai jual kopi agar petani lebih sejahtera.
Wawan mulai belajar secara otodidak dari teman-teman pengolah kopi di daerah Jambu yang lebih dulu mengolah hasil panen mereka. Berbekal kopi dari kebun orang tuanya, ia memulai produksi meskipun saat itu belum memiliki alat sendiri dan harus menumpang di tempat produksi teman.
Meski awalnya tanpa mitra dan modal, usaha Wawan terus berkembang. Hasil penjualan kopi ia kumpulkan sedikit demi sedikit hingga akhirnya dilirik berbagai pihak. Pada tahun 2020, Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menjadi mitra bisnisnya dan memberikan bantuan berupa alat-alat produksi seperti mesin penggiling dan mesin roasting—sebagian melalui hibah dan sebagian lain dengan subsidi modal sebesar 70%.
Perjalanan Wawan membuahkan hasil manis, tidak hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi para petani kopi di sekitarnya. Semangat mereka untuk merawat pohon kopi meningkat, bahkan beberapa mulai menciptakan produk olahan sendiri.
Kesuksesan Wawan juga menarik perhatian Dinas Koperasi Provinsi Jawa Tengah. Ia diberi berbagai pelatihan dan kesempatan belajar langsung ke luar daerah seperti Palembang, Jember, dan Bandung. Semuanya dilakukan secara gratis hingga ia berhasil memperoleh sertifikasi barista.
Berkat ketekunan dan kegigihannya, Wawan berhasil mewujudkan impiannya: menjadikan petani kopi lebih sejahtera dan kopi lokal memiliki nilai jual lebih tinggi. Sebuah usaha yang diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
(ENY/nn)















































