JAKARTA – Tim Kuasa Hukum Laksamana Muda TNI (Purn) Ir. Leonardi, MSc, menolak tegas penetapan status tersangka terhadap klien mereka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek penyewaan satelit Slot Orbit 123° BT dan pengadaan user terminal Navayo. Dalam konferensi pers yang digelar di Hotel Sufyan, Jakarta, Selasa (5/8/2025), mereka menyebut penetapan tersebut prematur dan sarat kejanggalan hukum.
Rinto Maha, SH, MH, selaku kuasa hukum utama, menyatakan bahwa kliennya hanya menjalankan tugas administratif sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), tanpa otoritas mengambil kebijakan strategis.
“Satu haripun Leonardi tidak layak ditetapkan sebagai tersangka,” tegas Rinto.
Tak Ada Kerugian Negara, Hanya Estimasi Potensial
Tim hukum merujuk pada Laporan Audit Investigatif BPKP tanggal 12 Agustus 2022 yang menyebut angka kerugian negara sebesar Rp306 miliar lebih hanyalah estimasi potensi kerugian (potential loss). Tidak ada pembayaran yang dilakukan oleh Kementerian Pertahanan kepada Navayo International AG.
“Tagihan senilai USD 16 juta belum pernah dibayarkan. Maka, kerugian negara bersifat dugaan, bukan nyata. Ini bertentangan dengan definisi actual loss dalam UU Perbendaharaan Negara dan putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016,” jelas Rinto.
Leonardi Bukan Penentu Kebijakan, Hanya Jalankan Perintah
Sebagai PPK, Leonardi disebut hanya menjalankan fungsi administratif. Menurut Permenhan No. 17 Tahun 2014, tugas perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengawasan pengadaan dipegang oleh PA, KPA, ULP, TEP, dan PPHP. Bahkan, Leonardi menunda penandatanganan kontrak hingga DIPA tersedia.
Tidak Ada Keuntungan Pribadi atau Pihak Lain
Tim hukum menyatakan Leonardi tidak pernah menerima keuntungan finansial, tidak melakukan lobi, dan tidak memiliki hubungan langsung dengan pihak Navayo. Bahkan, ia menghentikan pengiriman barang pada 2017 karena adanya wanprestasi dari Navayo.
“Navayo pun tidak pernah menerima pembayaran sepeser pun. Tidak ada unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain. Maka, Pasal 2 dan 3 UU Tipikor tidak terpenuhi,” tegas Rinto.
Praperadilan Diajukan, Hukum Harus Berdiri di Atas Keadilan
Atas dasar tersebut, tim hukum telah mengajukan permohonan praperadilan dengan nomor perkara 85/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL, didaftarkan pada 16 Juli 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Mereka juga menegaskan bahwa Leonardi hanya menjalankan perintah jabatan sah, sesuai Pasal 51 KUHP, dan tidak menyalahgunakan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Suryo Wiranto: “Kemungkinan Ada Tersangka Baru”
Hadir pula dalam konferensi pers, Laksamana Muda TNI (Purn) Dr. Suryo Wiranto, SH, MH, yang membuka peluang adanya pihak lain yang terlibat. Namun ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan tidak menyasar pejabat yang hanya menjalankan tugas secara jujur dan sesuai prosedur.
“Fiat Justitia Ruat Caelum”
Mengakhiri konferensi pers, tim hukum menegaskan bahwa proses hukum harus berpijak pada keadilan, bukan asumsi atau tekanan politik.
“Sekalipun langit runtuh, keadilan harus ditegakkan. Fiat Justitia Ruat Caelum harus jadi prinsip utama,” pungkas Rinto.















































