Jakarta, – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) telah menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, pemimpin Pondok Pesantren Al Zaytun, terkait statusnya sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hakim Estiono, SH, MH, menyatakan bahwa praperadilan bukanlah wewenang yang tepat dalam kasus ini.
Permohonan praperadilan yang diajukan oleh Panji Gumilang melalui penasehat hukumnya, Yudhiyanto, Alvin Lim, Kobul Nugraha, dan Hamdani, ditolak oleh hakim pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (14/5/2024).
Dalam pertimbangannya, Hakim Estiono mengesampingkan semua argumen yang diajukan oleh tim kuasa hukum Panji Gumilang. Dengan demikian, status tersangka Panji Gumilang atas dugaan pencucian uang di Pondok Pesantren Al Zaytun tetap sah.
Panji Gumilang tidak terima dengan penetapan dirinya sebagai tersangka dan berpendapat bahwa proses hukum yang dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri tidak sesuai prosedur. Namun, hakim menegaskan bahwa praperadilan tidaklah menjadi forum yang tepat untuk memperdebatkan hal tersebut.
Selain menjadi tersangka dalam kasus pencucian uang, Panji Gumilang juga dijerat dengan tuduhan penistaan agama, ujaran kebencian, dan pemberitaan bohong. Kasus ini bermula dari kabar kontroversi ajaran yang diduga terjadi di Ponpes Al Zaytun.
Dittipideksus Bareskrim Polri telah melakukan penyelidikan dan pemblokiran terhadap ratusan rekening yang terkait dengan kasus yang menjerat Panji Gumilang dan Ponpes Al Zaytun. Ratusan rekening yang diblokir termasuk milik Panji Gumilang dan Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) yang menaungi Ponpes Al Zaytun.
Penyidik juga telah memeriksa puluhan saksi dan menyita dokumen terkait dengan kasus dugaan pencucian uang yang melibatkan Panji Gumilang. Putusan pengadilan atas penolakan permohonan praperadilan Panji Gumilang telah tertulis sebanyak 76 lembar dan telah tertata dengan rapi.
Meskipun demikian, Panji Gumilang masih mempertahankan dirinya bahwa proses hukum yang dilakukan terhadapnya tidaklah adil dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. (Ramdhani)














































