JAKARTA – KH. As’ad Said Ali, mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), merasa sangat prihatin ketika menyimak tulisan Prof. Dr. Ishak Rafick, Direktur Eksekutif Masadepan Institut, mengenai dugaan korupsi dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Prof. Ishak Rafick mengutip laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebutkan bahwa 36,67% dari proyek PSN diduga terlibat korupsi.
Jika laporan ini benar, maka antara tahun 2016 hingga 2023 terdapat 190 PSN dengan total nilai Rp 1.515 triliun. Artinya, lebih dari Rp 500 triliun diduga telah dikorupsi. Selain itu, menurut Prof. Rafick, PSN juga berpotensi mengancam lahan dan perkampungan masyarakat. Contoh kasus ini pernah terjadi di Rempang, Deli Serdang, dan Tanjung Pasir, di mana tanah rakyat dapat diubah menjadi PSN atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui UU Omnibus Law/Cipta Kerja.
“Artinya sekitar Rp 500 triliun lebih uang negara lenyap, yang seharusnya bisa digunakan untuk memberantas kemiskinan dan meningkatkan pendidikan,” ujar As’ad Said Ali dalam keterangan kepada media pada Senin (22/7/2024).
Lebih lanjut, beliau menegaskan bahwa PSN adalah proyek nasional yang pelaksanaannya dilakukan oleh pihak swasta, namun anggarannya disediakan oleh pemerintah. Selain itu, pemerintah juga membantu dalam penyediaan dan pembebasan tanah yang diperlukan, dengan tujuan mempercepat proses pembangunan yang strategis. Namun, di beberapa lokasi, proses pembebasan tanah menimbulkan konflik dengan masyarakat, seperti yang terjadi di Rempang dan beberapa lokasi lainnya.
Apa yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Ishak Rafick hendaknya perlu kita renungkan bersama, terutama mengenai manfaat dan akibat yang dirasakan oleh rakyat. Oleh karena itu, proyek PSN dan proyek pembangunan lainnya seharusnya merujuk pada pesan dan cita-cita kemerdekaan para pendiri bangsa serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
(Tim)














































