Oleh : Prof. DR. Dadang Suwanda., SE., MM., M.Ak., Ak., Ak
Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur telah menjadi topik hangat sejak diumumkannya beberapa tahun lalu. Seiring dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN). Proses pemindahan IKN pun mulai berjalan. Salah satu pertanyaan besar yang muncul adalah mengenai nasib keuangan DKI Jakarta setelah tidak lagi berstatus sebagai ibu kota negara. Bagaimana pengaruh pendapatan daerahnya? Pendapatan daerah merupakan sumber utama bagi pembiayaan pembangunan dan pelayanan publik di Jakarta. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana perubahan pendapatan APBD DKI Jakarta setelah IKN pindah
Pendapatan dalam APBD merupakan salah satu aspek kunci bagi keberlangsungan pelayanan publik dan pembangunan di tingkat lokal. Total pendapatan daerah saat menjadi ibukota negara sangat signifikan dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal ini dikarenakan ibukota negara merupakan pusat pemerintahan, ekonomi, dan bisnis sehingga memiliki potensi pendapatan yang besar.
RINGKASAN APBD YANG DIKLASIFIKASI
MENURUT KELOMPOK DAN JENIS PENDAPATAN TA. 2024
KODE
URAIAN
JUMLAH (RP)
4
Pendapatan Daerah
4.1
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
52.398.081.040.625
4.1.01
Pajak Daerah
46.240.000.000.000
4.1.02
Retribusi Daerah
483.034.270.805
4.1.03
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
823.000.000.000
4.1.04
Lain-lain Pad Yang Sah
4.852.046.769.820
4.2
Pendapatan Transfer
19.326.007.889.000
4.2.01
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat
19.326.007.889.000
4.2.02
Pendapatan Transfer Antar Daerah
0
4.3
Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
722.293.641.636
4.3.01
Pendapatan Hibah
722.293.641.636
4.3.02
Dana Darurat
0
4.3.03
Lain-lain Pendapatan Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan
0
Jumlah Pendapatan
72.446.382.571.261
Sumber APBD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2024
Tabel tersebut memberikan gambaran yang jelas tentang sumber pendapatan daerah DKI Jakarta saat masih menjadi ibu kota negara. Ada tiga kategori utama pendapatan yang tercantum dalam tabel:
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber pendapatan ini berasal dari dalam daerah itu sendiri, seperti pajak, retribusi, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah. Angka yang signifikan dari pajak daerah menunjukkan bahwa Jakarta memiliki potensi pendapatan yang besar dari sektor ini. Selain itu, pendapatan dari retribusi dan hasil pengelolaan kekayaan daerah juga memberikan kontribusi yang tidak kecil.
Pendapatan Transfer. Pendapatan ini diterima dari pemerintah pusat dan antardaerah. Dalam hal ini, pendapatan transfer dari pemerintah pusat merupakan sumbangan terbesar dalam kategori ini. Tidak adanya pendapatan transfer antardaerah mungkin menunjukkan bahwa Jakarta tidak menerima transfer dari daerah lain.
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Kategori ini mencakup pendapatan dari hibah. Meskipun jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan sumber pendapatan lainnya, hibah masih memberikan kontribusi penting dalam memperkuat pendapatan daerah.
Pindahnya IKN ke Kalimantan Timur diprediksi akan membawa perubahan besar bagi DKI Jakarta, termasuk dalam hal keuangan. Berikut adalah tabel proyeksi APBD DKI Jakarta mengenai pendapatan daerah setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara:
KODE
URAIAN
JUMLAH (RP)
4
Pendapatan Daerah
4.1
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
42.398.081.040.625
4.1.01
Pajak Daerah
36.240.000.000.000
4.1.02
Retribusi Daerah
383.034.270.805
4.1.03
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
723.000.000.000
4.1.04
Lain-lain PAD Yang Sah
4.052.046.769.820
4.2
Pendapatan Transfer
9.326.007.889.000
4.2.01
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat
9.326.007.889.000
4.2.02
Pendapatan Transfer Antar Daerah
0
4.3
Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
422.293.641.636
4.3.01
Pendapatan Hibah
422.293.641.636
4.3.02
Dana Darurat
0
4.3.03
Lain-lain Pendapatan Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan
0
Jumlah Pendapatan:
52.146.382.571.261
Sumber APBD Pemerintah Propinsi DKI Jakarta tahun 2024.
Tabel proyeksi pendapatan DKI Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara mencerminkan penurunan pada beberapa kategori pendapatan dibandingkan dengan periode saat masih menjadi ibu kota. Faktor-faktor seperti penurunan aktivitas ekonomi, perubahan demografi, pengurangan dana transfer, pengurangan hibah, dan penurunan aktivitas layanan publik menjadi asumsi utama dalam proyeksi ini. Dengan mempertimbangkan dampak-dampak tersebut, asumsi proyeksi penurunan pendapatan disusun untuk memberikan gambaran yang lebih akurat tentang perubahan pendapatan daerah setelah Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota negara.
Penurunan pendapatan daerah DKI Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara tercermin dalam beberapa kategori pendapatan. Pertama, pada Pendapatan Asli Daerah (PAD), terjadi penurunan signifikan. Pajak Daerah mengalami penurunan sebesar Rp 10 triliun dari Rp 46,24 triliun menjadi Rp 36,24 triliun, hal tersebut disebabkan oleh berkurangnya aktivitas ekonomi dan jumlah penduduk. Retribusi Daerah juga mengalami penurunan kecil, kemungkinan akibat berkurangnya kegiatan bisnis di kota. Selain itu, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan turun sebesar Rp 100 triliun, mungkin karena penurunan nilai aset atau pengalihan sebagian ke IKN. Lain-lain PAD Yang Sah turun sebesar Rp 800 triliun, hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kebijakan pajak dan retribusi. Kedua, Pendapatan Transfer dari Pemerintah Pusat mengalami penurunan sebesar Rp 10 triliun, karena Jakarta tidak lagi berstatus sebagai ibu kota negara. Ketiga, Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, khususnya Pendapatan Hibah, mengalami penurunan sebesar Rp 300 triliun, kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya dana hibah dari pemerintah pusat atau pengalihan sebagian hibah ke IKN. Penyebab utama dari penurunan pendapatan ini adalah perubahan status Jakarta sebagai IKN, yang mengakibatkan berkurangnya aktivitas ekonomi, jumlah penduduk, serta transfer dana dan hibah dari pemerintah pusat. Selain itu, kemungkinan penurunan nilai aset dan pengalihan sebagian pendapatan ke IKN juga turut berkontribusi pada penurunan pendapatan daerah DKI Jakarta.
Penurunan pendapatan DKI Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibukota negara dapat berakibat pada penurunan kualitas pelayanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Hal ini juga dapat menghambat kemampuan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam membiayai pembangunan dan program-program lainnya.
Untuk mengatasi penurunan pendapatan, Pemprov DKI Jakarta perlu melakukan berbagai upaya strategis, seperti:
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja daerah dengan meminimalisir pemborosan dan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan.
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan meningkatkan pajak daerah dan mencari sumber pendapatan baru.
Mencari sumber pendapatan baru dengan menjalin kerjasama dengan pihak swasta dan mengelola aset daerah dengan lebih optimal.
Keberhasilan strategi-strategi tersebut tergantung pada komitmen dan kerjasama semua pihak terkait. Masyarakat juga dapat berperan dalam membantu Pemprov DKI Jakarta mengatasi penurunan pendapatan dengan membayar pajak tepat waktu dan menggunakan layanan publik secara bertanggung jawab.














































