Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menyaksikan pemusnahan barang bukti narkoba hasil sitaan Kepolisian RI di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri. Jumlahnya mencengangkan: 214,84 ton narkoba senilai Rp29,37 triliun, hasil sitaan dari Oktober 2024 hingga Oktober 2025. Angka itu bukan sekadar statistik kejahatan, melainkan cermin betapa besar ancaman yang mengintai masa depan bangsa.
Di sisi lain, pemerintah tengah menggulirkan program makan bergizi gratis bagi 82,9 juta penerima—sebuah langkah monumental untuk membangun sumber daya manusia Indonesia yang sehat, cerdas, dan tangguh. Dua peristiwa besar ini sesungguhnya adalah dua sisi dari mata uang yang sama: pembangunan manusia dan perlindungan bangsa. Tidak ada artinya memberi gizi bagi anak-anak jika di waktu yang sama racun narkoba menyusup dan merusak generasi muda.
Narkoba bukan sekadar masalah hukum, melainkan ancaman eksistensial bagi peradaban. Ia menghancurkan potensi, mematikan nalar, dan mengebiri semangat produktif bangsa. Setiap gram narkoba yang lolos dari pengawasan, sejatinya adalah peluru yang menembak masa depan anak-anak Indonesia. Karena itu, perang terhadap narkoba tidak boleh setengah hati.
Presiden Prabowo harus memastikan perang total terhadap narkoba menjadi bagian integral dari visi pembangunan nasional. Pendidikan karakter, penguatan keluarga, hingga operasi penegakan hukum tanpa kompromi harus berjalan beriringan.
Bangsa yang ingin membangun generasi emas tidak cukup hanya dengan memberi makan bergizi, tapi juga harus membersihkan racun yang merusak kesadaran dan moralitas. Pemusnahan 214 ton narkoba adalah simbol perlawanan, namun perang sesungguhnya baru dimulai: perang untuk menyelamatkan jiwa, akal, dan masa depan bangsa.
Indonesia hanya akan benar-benar kuat bila seluruh anaknya tumbuh sehat, cerdas, dan bebas dari racun narkoba. Kini saatnya kita bersatu: membangun dengan gizi, menjaga dengan kesadaran.















































