Jakarta — Empat aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Badan Narkotika Nasional (BNN) menggugat Kepala BNN ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Mereka menilai surat perintah tugas (Sprint) yang dikeluarkan pimpinan lembaga tersebut tidak sesuai dengan mekanisme hukum kepegawaian.
Gugatan tersebut teregister dengan Nomor Perkara 372/G/2025/PTUN.JKT, dan sidang perdananya digelar pada Senin (10/11) dengan agenda pemeriksaan persiapan di bawah majelis hakim yang diketuai Dwika Hendra Kurniawan, S.H., M.H.
Kuasa hukum para penggugat, Rando Vittoro Hasibuan, S.H., M.H., menjelaskan, perkara ini bermula dari Sprint tertanggal 2 September 2025, yang berisi penugasan lebih dari sepuluh ASN ke berbagai wilayah. Namun, empat kliennya menilai isi surat itu melampaui kewenangan karena secara substansi justru mengandung perintah pemindahan jabatan tanpa dasar hukum mutasi yang sah.
“Surat perintah tugas tidak bisa digunakan untuk memindahkan jabatan atau lokasi kerja secara permanen. Dalam kasus ini, klien kami digeser dari BNN Pusat ke daerah tanpa SK mutasi, tanpa pelantikan, dan tanpa serah terima jabatan,” ujar Rando kepada wartawan di PTUN Jakarta.
Empat ASN tersebut adalah Irwan Affandi, Mahfud Syahrudin Latif, Alfi Paradise, dan Agung Suseno seluruhnya sebelumnya menjabat posisi strategis di BNN Pusat. Berdasarkan Sprint yang dipermasalahkan, mereka dipindahkan ke sejumlah daerah, antara lain Jawa Timur, Yogyakarta, dan Bengkulu.
Menurut Rando, kebijakan tersebut menimbulkan kekacauan administratif. Jabatan lama para ASN di pusat sudah diisi pejabat baru, sementara dasar hukum untuk jabatan di daerah belum ada. “Secara hukum, jabatan lama belum dilepaskan, jabatan baru pun tidak sah. Ini menciptakan kekosongan tanggung jawab struktural,” ujarnya menegaskan.
Rando menambahkan, keempat kliennya merupakan pegawai berprestasi yang baru saja menerima penghargaan atas keberhasilan mengungkap kasus narkotika seberat dua ton. Namun, tak lama setelah penghargaan itu, mereka justru menerima surat perintah tugas yang memindahkan mereka dari posisi strategis.
“Kami menilai kebijakan ini tidak proporsional dan cenderung sewenang-wenang. Apalagi belum genap dua tahun mereka menjabat. Sesuai aturan, pejabat struktural hanya dapat dimutasi setelah dua tahun masa jabatan,” ucap Rando.
Sebelum melayangkan gugatan ke PTUN, para penggugat telah lebih dulu mengajukan keberatan administratif kepada BNN pada awal September. Namun hingga gugatan diajukan pada 3 November 2025, tak ada tanggapan resmi dari lembaga tersebut.
“Karena tidak ada jawaban, kami gunakan hak hukum untuk menggugat sesuai Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara,” kata Rando. Ia menilai tindakan Kepala BNN telah menyalahi prosedur dan berpotensi merugikan ASN secara administratif maupun psikologis.
Dalam petitum gugatannya, para ASN meminta PTUN Jakarta membatalkan surat perintah tugas tertanggal 2 September 2025 dan memerintahkan agar mereka dikembalikan ke jabatan semula di BNN Pusat.
“Ini bukan semata soal jabatan, tapi soal prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. ASN berhak mendapat perlindungan dari kebijakan yang tidak sesuai aturan,” pungkas Rando.
Hingga berita ini diterbitkan, BNN RI belum memberikan tanggapan resmi. Namun, sumber internal menyebut, gugatan tersebut tengah menjadi perhatian serius di lingkungan lembaga antinarkotika itu, mengingat keempat penggugat merupakan pejabat yang dikenal berprestasi di bidang intelijen dan pemberantasan narkotika.
(Red-03)














































