Opini : Anak Agung Dewi Utari, S.H., M.H
(Praktisi Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pamulang)
Di era serba digital, transaksi online sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Belanja, membayar tagihan, hingga berinvestasi kini bisa dilakukan hanya melalui layar ponsel. Namun, kemudahan itu ternyata menyimpan ancaman serius bagi konsumen: mulai dari penipuan daring, barang tidak sesuai pesanan, hingga kebocoran data pribadi.
“Era digital memang memberi kemudahan luar biasa, tapi juga menuntut kewaspadaan tinggi. Konsumen harus paham hak dan kewajibannya agar tidak menjadi korban,” kata Anak Agung Dewi Utari, praktisi hukum sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Pamulang, kepada okjakarta.com, Jumat (7/1125).
Menurutnya, perlindungan hukum bagi konsumen digital di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo. UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kedua regulasi ini menegaskan hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar, produk yang aman, serta saluran pengaduan yang bisa diakses dengan mudah.
Tantangan di Lapangan
Meski payung hukum sudah ada, Dewi menilai praktik di lapangan masih menghadapi banyak kendala. Salah satunya adalah maraknya penipuan digital dan produk tidak sesuai dengan deskripsi yang ditampilkan di platform e-commerce.
Selain itu, kesulitan pembuktian sering menjadi penghalang bagi konsumen yang dirugikan. Banyak dari mereka tidak menyimpan bukti digital seperti screenshot transaksi, bukti transfer, atau komunikasi dengan penjual.
“Tantangan lain yang tidak kalah penting adalah perlindungan data pribadi. Masih banyak pelaku usaha yang abai menjaga keamanan data pelanggan. Jika bocor, data itu bisa disalahgunakan untuk kejahatan siber,” ujarnya.
Dewi juga menyoroti transaksi lintas negara sebagai tantangan baru. “Ketika penjual berada di luar negeri, penyelesaian sengketa menjadi rumit karena melibatkan yurisdiksi berbeda,” tambah Dewi.
Mekanisme Hukum dan Jalur Penyelesaian
Untuk melindungi konsumen, sistem hukum Indonesia menyediakan berbagai jalur penyelesaian sengketa.
Pertama, jalur nonlitigasi seperti melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) atau mediator resmi yang dinilai lebih cepat dan murah.
Kedua, jalur pengadilan, di mana konsumen dapat menuntut ganti rugi secara perdata.
Ketiga, Online Dispute Resolution (ODR), yaitu mekanisme penyelesaian sengketa secara daring yang kini mulai diterapkan di berbagai platform digital.
“Yang sering dilupakan adalah pentingnya menyimpan bukti transaksi digital. Itu adalah dasar bagi penegakan hukum. Tanpa bukti, klaim konsumen sulit diterima,” tegasnya.
Hak dan Kewajiban Konsumen Digital
Konsumen memiliki hak untuk memperoleh informasi yang jujur, barang sesuai kesepakatan, dan ganti rugi bila dirugikan. Namun, mereka juga berkewajiban membaca syarat dan ketentuan, membayar sesuai perjanjian, serta menjaga bukti transaksi.
Di sisi lain, pelaku usaha dituntut bertanggung jawab menjaga keamanan data pelanggan, memberikan informasi yang akurat, dan menyediakan mekanisme pengaduan yang transparan serta responsif.
Literasi Digital Jadi Kunci
Menurut Dewi, regulasi yang baik tidak akan berjalan efektif tanpa didukung oleh literasi digital masyarakat.
“Regulasi hanya akan menjadi teks hukum tanpa makna jika masyarakat tidak paham cara melindungi dirinya sendiri di dunia digital,” ujarnya.
Dewi menegaskan, konsumen perlu lebih waspada terhadap tawaran online yang terlalu menggiurkan, selalu memeriksa reputasi penjual, serta memahami hak hukumnya.
Kepercayaan sebagai Pondasi Ekosistem Digital
Perlindungan hukum bukan penghalang bagi inovasi, melainkan jaminan kepercayaan.
“Ekosistem digital yang aman hanya bisa terwujud jika konsumen terlindungi dan pelaku usaha bertanggung jawab. Kepercayaan publik adalah mata uang utama dalam ekonomi digital,” tutup Dewi.
Referensi:
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
UU No. 11 Tahun 2008 jo. UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
KUHPerdata (Buku III, Perikatan)
Laporan YLKI 2023: Sengketa Konsumen Digital
Kajian Hukumonline & Neliti tentang e-commerce dan perlindungan konsumen















































