JAKARTA, – Salah satu kegiatan Komite I DPD RI pada masa sidang I Tahun Sidang 2023-2024 adalah Rapat Kerja dengan Menteri Dalam Negeri membahas beberapa hal yang dipandang penting oleh Komite I.
Pada rapat tersebut dibahas pelaksanaan urusan pemerintahan pasca keluarnya Undang-Undang Cipta Kerja, penataan daerah otonom baru, Penjabat Kepala Daerah dan Rancangan Undang-Undang Provinsi Daerah Khusus Jakarta Raya. Hal ini disampaikan Anggota DPD RI asal Provinsi Sulawesi Tenggara, Hj. Andi Nirwana Sebbu usai Rapat kerja yang dilaksanakan di Ruang Sriwijaya Gedung B Kompleks DPD RI Senayan, Jakarta (04/09).
Rapat Kerja yang diikuti oleh Anggota Komite I DPD RI tersebut dipimpin oleh Ketua Komite I, Senator Fachrul Razi. Menurutnya, Komite I berkepentingan otonomi daerah dilaksanakan dengan kewenangan yang besar bagi daerah dan akan terus memperjuangkan Revisi Undang-Undang Pemerintahan Daerah.
“Pada Rapat Kerja dengan Mendagri, Anggota Komite I DPD RI, Hj. Andi Nirwana Sebbu menyoroti persoalan dugaan pelanggaran yang dilakukan Pj. Kepala Daerah dalam hal mutasi pejabat dilingkup Pemerintah Daerah,” jelas Andi Nirwana, Senin (4/9/23).
“Jika Pj. Kepala Daerah melanggar Undang-Undang, melanggar peraturan pemerintah, melanggar peraturan menteri dan melanggar larangan, apakah dapat dikategorikan melanggar sumpah jabatan, kalau melanggar sumpah jabatan, apa sanksinya?”tanya Senator asal Sultra ini.
Selain itu, dirinya juga memberikan masukan kepada Mendagri terkait usulan mutasi pejabat boleh disetujui hanya untuk pengisian jabatan kosong saja.
Sementara itu, dalam paparannya, Mendagri, Tito Karnavian mengatakan bahwa Undang-Undang Pemda menempatkan Gubernur sebagai pemerintah daerah sekaligus sebagai wakil pemerintah pusat di daerah (GWPP). Dalam pelaksanaannya terdapat hambatan-hambatan politik dan dinamika hubungan bupati/walikota dengan Gubernur yang pada akhirnya berdampak pada proses pemerintahan dan pembangunan di daerah.
“Terkait pelaksanaan urusan pemerintahan, perlu dicari formula yang tepat supaya daerah diberikan kewenangan yang proporsinal, memperhatikan lingkungan, tidak membebani pemerintah daerah periode berikutnya namun tidak membebani pemerintah pusat karena perijinan yang ditanganinya,” jelas Tito.
Adapun pembentukan daerah otonom baru, Tito mengatakan bahwa hingga saat ini terdapat 330 jumlah usulan. Kebijakan terkait DOB tersebut berkaitan dengan rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penataan Daerah dan Desain Besar Penataan Daerah.
Pada bagian lain, Mendagri sempat menyinggung adanya kemungkinan seluruh daerah akan dipimpin oleh penjabat kepala daerah jika kepala daerah hasil pilkada tidak dilantik hingga akhir tahun 2024. Hal itu berarti mesti dipikirkan penyusunan aturan terkait pelantikan serentak kepala daerah hasil pilkada serentak.
Terkait Pj ini, Tito menegaskan bahwa pemerintah berdasar pada Undang-Undang Pemilihan Kepala daerah dan Permendagri Nomor 4 Tahun 2023. Dalam rangka melaksanakan regulasi tersebut, pemerintah berusaha melibatkan daerah (DPRD) dalam mengusulkan penjabat kepala daerah. Terkait pemerintahan daerah Provinsi Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara, Mendagri menyatakan bahwa pemerintah sedang menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah Provinsi Jakarta.
Pada sesi tanya jawab, Anggota komite I memberi perhatian besar terhadap pembentukan daerah otonom baru (DOB), terkait hal itu Anggota komite I mendesak agar Peraturan Pemerintah tentang penataan daerah dan desain besar otonomi daerah segera diselesaikan serta meminta supaya moratorium pembentukan DOB dicabut. Komite I juga menyoroti adanya Penjabat kepala daerah yang ditengarai bukan ASN. Termasuk adanya kecenderungan resentralisasi pasca keluarnya Undang-Undang Cipta kerja, Undang-Undang Minerba dan Undang-Undang sektor lainnya. Bahkan hampir semua Anggota Komite 1 DPD RI yang hadir memberi tanggapan bahwa saat ini otonomi daerah tinggal namanya saja namun roh dan aplikasinya tidak ada lagi.
Sementara itu, pada bagian akhir rapat kerja, Komite I menyerahkan Rancangan Undang-Undang Daerah Provinsi Jakarta yang telah disusun oleh Komite I DPD RI kepada Menteri Dalam Negeri.
Rapat Kerja yang dimulai pukul 14.00 WIB dan berakhir pada 17.30 WIB menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, Komite I DPD RI meminta Pemerintah untuk segera merevisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan memperkuat otonomi daerah dan menata sistem hubungan pusat dan daerah dalam bingkai NKRI termasuk pemekaran daerah otonom.
Kedua, Komite I DPD RI meminta Pemerintah untuk memastikan proses penunjukan Penjabat Kepala Daerah dilakukan dengan demokratis, transparan, akuntabel, memperhatikan dengan sungguh-sungguh dinamika sosial politik di daerah dan mempertimbangkan masukan dari DPD RI sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ketiga, Komite I DPD RI mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi Penjabat Kepala Daerah agar lebih mementingkan kepentingan daerah dan masyarakat.
Keempat, Komite I DPD RI bersepakat dengan Pemerintah akan melibatkan DPD RI dalam melaksanakan pembinaan dan rapat koordinasi terhadap Pj. Gubernur, Bupati dan Walikota dan berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Kemendagri di setiap daerah.
Kelima, Komite I DPD RI mendorong Pemerintah untuk membuat regulasi teknis atau revisi pengaturan pelantikan Kepala Daerah hasil pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 2024 sehingga Januari 2025 telah menghasilkan Kepala Daerah definitif.
Keenam, Komite I DPD RI meminta Pemerintah untuk melakukan percepatan penyelesaian Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta dan memperhatikan substansi Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta Raya yang telah disusun oleh Komite I DPD RI.
Ketujuh, Komite I DPD RI meminta Pemerintah agar Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan dikembalikan ke Kota Banjarmasin dengan melakukan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalimantan Selatan.
(Red-03/rls)














































