Jakarta, 25 Juni 2024 – Menjelang senja, di tengah ketenangan yang membalut, seseorang kembali ke rumah dan menghisap cerutu sisa dua hari lalu yang belum habis. Setelah kemarin absen menikmati cerutu, momen ini memberikan ruang untuk merenung. Bagi banyak orang, cerutu dan rokok kretek mungkin dianggap sama, namun faktanya berbeda. Cerutu atau cigar dapat dihisap beberapa kali, memberikan kesempatan untuk menikmati momen lebih panjang.
Dalam kepulan asap cerutu itu, muncul pertanyaan besar yang saat ini mengemuka dalam wacana publik: “Kenapa demokrasi kita akhir-akhir ini diliputi mendung yang dikenal dengan politik uang?” Pertanyaan ini mengundang refleksi mendalam tentang keadaan politik tanah air yang semakin terkontaminasi praktik uang.
“Kebetulan, dari masjid sebelah terdengar lantunan ayat-ayat suci Al-Quran dari surat Al-Baqarah, yang mengisahkan tentang penciptaan khalifah di bumi. Lantunan ayat ini seakan menambah kedalaman perenungan sore itu, mengingatkan pada tanggung jawab besar manusia sebagai pemimpin di muka bumi,” kata mantan Waka-BIN itu kepada awak media nasionalnews.co.id.
Menurutnya, poin besar dari renungan ini telah terekam di kepala. Esok hari, renungan ini akan dituangkan dalam tulisan yang membahas soal politik uang, dengan mengupas sisi positif dan negatifnya. Sebuah peringatan bahwa dalam setiap kekurangan pasti ada pelajaran yang bisa diambil, dan dalam setiap kegelapan selalu ada setitik cahaya yang menunggu untuk ditemukan.
“Insya Allah, tulisan tersebut akan menjadi refleksi penting bagi kita semua. Sabar, hingga esok datang dan gagasan ini bisa diabadikan dalam rangkaian kata.” pungkasnya. (Red 01)














































